RADIO KOMUNITAS K FM MAGELANG
GAWE ADEM LAN AYEM
Jln.Muntilan-Dukun,Km 5,Komplek Lantai 2 MTS Aswaja Dukun,Kecamatan Dukun

9 Sep 2014

Home » , , , , , , » Bedah Peraturan Pelaksanaan Implementasi UU Desa

Bedah Peraturan Pelaksanaan Implementasi UU Desa

Yogyakarta – Kegaiatan Lokakarya Bedah Peraturan Pelaksanaan Implementasi UU Desa pada Hari Senin,8 September 2014,Pukul 08.00-16.30 wib  yang berlokasi di ruang seminar Kampus AMPD Yogyakarta. Kegiatan ini dihadiri oleh Perwakilan Pemerintah Desa dan BPD dari DIY dan Jawa Tengah, Lembaga di Perguruan Tinggi yang relevan dengan isu Desa, Mitra jaringan kerja FPPD, dan Tim FDN ( Forum Desa Nusantara ).



Lokakarya ini dihadiri oleh pembicara  Sutoro Eko, Sunaryo ( Pemprov Jawa Tengah) , dan Kholik Arif ( Bupati Wonosobo ) dengan moderator Farid Hadi Rahman dari FPPD. Kegiatan di sesi pertama dengan banyak paparan soal PP UU Desa dilanjutkan sesi kedua dengan diskusi kelompok untuk menysuun masukan soal PP UU Desa No. 43/2014 yang telah di terbitkan oleh pemerintah yang di nilai banyak yang tidak sejalan dengan isi Undang-Undang Desa UU No. 6/2014.

Kegiatan ini di latar belakangi atas Kelahiran UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disambut dengan suka cita oleh Pemerintah Desa beserta masyarakatnya. UU ini dinilai memiliki keberpihakan yang cukup kuat terhadap desa untuk lebih mandiri dan lebih sejahtera. Asas rekognisi dan subsidiaritas yang ikut melandasi pengembangan substansi UU Desa merupakan kata kunci penting yang mengandung konsekuensi diberikannya kewenangan yang lebih luas dan alokasi anggaran lebih besar kepada desa guna mendukung kemandirian desa.

Berbagai peluang dan kesempatan menjadi tantangan bagi Pemerintah Desa bersama masyarakatnya, baik dalam memperbaiki sistem, menata kelembagaan desa hingga meningkatkan kapasitas Pemerintah Desa serta lembaga yang ada di desa. UU Desa setidaknya berisi beberapa kata kunci penting yang membuat desa berbeda dari sebelumnya, baik dilihat dari sisi politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Pertama, dari sisi Politik, semakin jelasnya kewenangan yang dimiliki oleh Desa sebagai pertanda tingginya posisi tawar Desa serta perbaikan layanan skala lokal. UU Desa memberikan semangat baru terkait dengan diperluasnya kewenangan yang dimiliki oleh desa, baik dari sisi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh Pemdes dengan memperkuat perencanaan pembangunan desa yang dapat mengoptimalkan pencapaian target pembangunan dan kinerja pemerintahan desa. Selain itu, dari sisi politik juga ditandai dengan menguatkan kehidupan berdemokrasi di tingkat lokal, seperti musyawarah desa, kesempatan bagi masyarakat untuk membentuk dan mengembangkan lembaga kemasyarakatan, berpartisipasi dalam pembangunan, serta transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Kedua, dari sisi ekonomi, desa akan mendapatkan alokasi anggaran yang jauh lebih besar dan lebih pasti jumlahnya sebagai konsekuensi dari perluasan kewenangan yang sudah dimiliki oleh desa.

UU Desa melakukan reformasi atas uang masuk desa, dimana selain Alokasi Dana Desa (ADD), desa juga diberikan Dana Desa (DD) yang bersumber dari APBN. Kedua sumber dana tersebut dengan nyata memperkuat sumber pendapatan APBDesa. APBDesa yang besar merupakan potensi dan tantangan tersendiri bagi desa. Desa dituntut mampu melakukan tatakelola keuangan yang baik mulai dari perencanaan, implementasi, pengawasan, hingga pertanggungjawabannya. Kompetensi tersebut harus dimiliki oleh Pemdes sehingga Pemdes terhindar dari kasus pidana sebagaimana yang kerap menjadi kekhawatiran banyak pihak. Satu sisi, dengan dana yang cukup besar desa memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi ekonomi desa. Misalnya desa dapat mengembangkan BUM Desa guna mendukung kegiatan ekonomi dan pelayanan masyarakat desa. Ketiga, dari sisi sosial kultural, UU Desa memberi pengakuan atas nilai-nilai budaya dan adat istiadat di tingkat lokal. UU Desa mengamanahkan pentingnya melestarikan  nilai-nilai budaya dan adat dalam berbagai lini kehidupan. UU Desa juga mengakui keberadaan desa adat yang memiliki kerifan dan tatanan lokal yang harus dihargai,dihormati, dan dilestarikan.

Untuk melaksanakan fungsi desa sebagaimana diharapkan dalam UU No. 6/2014 di atas,  aka pemerintah telah menerbitkan PP No. 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6/2014 tentang Desa dan PP No. 60/2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari APBN. Kedua PP tersebut diterbitkan agar UU Desa dapat segera dilaksanakan. Namun apakah kedua PP ersebut benar-benar dapat menjadi penjabar dari peraturan sumbernya? Pertanyaan ini seringkali muncul menjadi perdebatan di media sosial. Sebagaimana kita ketahui proses kedua PP tersebut hampir tidak ada pembahasan publik sebagaimana proses penyusunan UU Desa yang kita ketahui sangat terbuka. Banyak pihak yang merasa kurang puas dengan proses dan isi kedua PP tersebut yang dianggap kurang mencerminkan semangat reformasi yang tertuang dalam UU Desa itu sendiri. Misalnya dalam pengelolaan keuangan desa, pemerintah desa tidak dituntut untuk melaksanakan tanggungjawab horizontal maupun kepada warganya. Proses akuntabilitas keuangan terlalu vertikal yang dikawatirkan melahirkan perilaku  rente dari oknum supra desa dan secara politis membangun tunduknya pemerintah desa kepada Bupati. Kepada warga, Kepala desa hanya diminta menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada BPD. Demikian pula dalam PP No. 60/2014 tentang Dana Desa. Formula dana desa tidak memberikan spirit menghambat pemekaran desa yang dikawatirkan akan terjadi dengan adanya dana desa. Satu sisi kepala desa rawan dituduh menyimpang menghadapi pasal 20 dan pasal 21 yang membingungkan. Pada pasal 20 dijelaskan bahwa penggunaan dana desa mengacu RPJMDesa dan DKPDesa sementara pasal 21 menjelaskan prioritas penggunaan dana desa mengacu pada ketetapan menteri. Dan tentu saja masih banyak catatan lain dalam dua PP tersebut yang perlu dicermati.

Terkait dengan hal tersebut, FPPD ingin mengajak kawan-kawan untuk membedah dua Peraturan Pemerintah yang telah diterbitkan sebagai aturan pelaksanaan UU Desa. Apa peluang bagi desa agar harapan dalam UU Desa tersebut dapat dicapai dan apa sisi rawan yang sekiranya perlu diantisipasi oleh desa atau bahkan diajukan revisi yang diperlukan pada pemerintahan yang baru nanti. Kesempatan ini sangat penting menjelang implementasi UU Desa di bawah rezim gotong royong yang baru saja terpilih secara demokratis.

Secara umum, tujuan lokakarya ini adalah memahami isi kedua Peraturan  Pemerintah untuk implementasi UU No. 6/2014 tentang Desa. Secara khusus lokakarya bertujuan untuk: Memahami subtansi penting dalam UU No. 6/2014 dan catatan kritis pada pra-pelaksanaan; , Membedah subtansi PP No. 43/2014 dan PP No. 60/2014 dan menyandingkannya dengan pasal terkait dalam UU Desa;, Memberikan catatan kritis terhadap pelaksanaan PP No. 43/2014 dan PP No. 60/2014.
Ed: Bayu Sapta Nugraha
Silahkan di komentari menurut pendapat anda,karena komentar anda sangat bermanfaat bagi kami .
Share this article :