RADIO KOMUNITAS K FM MAGELANG
GAWE ADEM LAN AYEM
Jln.Muntilan-Dukun,Km 5,Komplek Lantai 2 MTS Aswaja Dukun,Kecamatan Dukun

20 Des 2012

Home » » Nasib Radio Komunitas di Era Konvergensi

Nasib Radio Komunitas di Era Konvergensi

Radio Komunitas- Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika) begitu pesat terjadi akhir-akhir ini. Perkembangan teknologi itu mengarah pada konvergensi (penyatuan) antara ranah penyiaran, telekomunikasi dan informatika. Perkembangan teknologi telematika yang makin konvergen itu menjadi peluang bagi penggiat multimedia, baik dari perusahaan maupun komunitas.


Dengan kemajuan teknologi telematika misalnya, kini kita bisa menonton televisi melalui teknologi streaming. Kita pun bisa mendengarkan radio melalui streaming di internet. Streaming radio di internet ini menjadi peluang baru bagi penggiat radio komunitas yang selama ini terkendala persoalan perijinan dan jangkauan siaran.

Dengan kemajuan teknologi telematika ini pula, para penggiat radio komunitas memiliki banyak pilihan. Pilihan pertama, bersiaran secara konvensional (menggunakan spektrum frekuensi radio). Pilihan ini memiliki jangkauan yang terbatas, sekitar keberadaan stasiun radio komunitas.

Pilihan kedua, siaran radio komunitas hanya ditayangkan melalui streaming di internet. Dan pilihan ketiga, selain bersiaran secara konvensional juga menayangkan siarannya melalui streaming di internet. Pilihan yang ketiga ini membuat jangkaun pendengar radio komunitas semakin luas.

Dengan kemajuan teknologi telematika ini pula, definisi radio komunitas pun berubah. Radio komunitas tidak bisa hanya didefinisikan berdasarkan jangkauan wilayah siar. Radio komunitas harus didefinisikan berdasarkan persamaan kepentingan dan juga minat.

Radio komunitas Suara Buruh Migran, Yogyakarta dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Radio komuniatas Suara Buruh Migran ini dapat didengar oleh para pekerja Indonesia yang ada di Singapura, Arab Saudi, Hongkong dan Cina. Radio Suara Buruh Migran, sejak awal memang didesain agar mudah diakses oleh buruh migran. Pendengar cukup mengakses portal http://buruhmigran.or.id untuk mendengarkan siaran radio ini. Selain itu, para pendengar pun dapat memberikan umpan balik melalui facebook.

Namun, nampaknya para penggiat radio komunitas harus terus berjuang untuk memanfaatkan peluang yang sudah ada di depan mata itu. Pasalnya, Rancangan Undang Undang (RUU) Konvergensi Telematika yang akan menggantikan UU Telekomunikasi tidak memberikan jalan yang mulus bagi penggiat radio komunitas.

Dalam draft RUU Konvergensi Telematika misalnya, penyelenggara telematika dibagi menjadi dua, yaitu penyelenggara komersial dan non-komersial. Salah satu penyelenggara telematika adalah penyelenggara layanan aplikasi. Sementara yang dimaksud dengan penyelenggara telematika layanan aplikasi adalah penyebaran konten dan informasi. Radio komunitas yang menayangkan siarannya secara online di internet tentu masuk dalam penyelenggara telematika aplikasi ini.

Nah pertanyaannya kemudian adalah, apakah radio komunitas yang menayangkan siarannya secara online masuk dalam kategori penyelenggara telematika non komersial? Jika melihat pasal dalam draft RUU Konvergensi Telematika, radio komunitas tidak termasuk dalam penyelenggara telematika non-komersial. Dalam RUU Konvergensi Telematika, penyelenggara telematika non-komersial adalah penyelenggara telematika untuk keperluan pertahanan dan keamanan nasional, kewajiban pelayanan universal, dinas khusus dan perorangan.

Namun, andaikata radio komunitas yang menayangkan siarannya secara online dikatigorikan sebagai penyelenggara telematika non-komersial pun, tetap saja memberatkan aktivitasnya. Pasalnya, para penggiat radio komunitas harus tetap membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) telematika dan mendapat ijin dari menteri.

Bagi radio komersial yang berorientasi profit dan juga berafiliasi dengan media konglomerasi, ketentuan ini mungkin tidak menjadi sebuah persoalan besar. Namun, bagi radio komunitas ketentuan ini bisa jadi menjadi persoalan yang serius.

Pilihan untuk menayangkan siaran radio komunitas secara online bukan saja untuk memperluas jangkauan pendengar, namun juga untuk menghemat biaya operasional. Namun, jika itu kemudian harus dikenakan kewajiban membayar BHP telematika, tentu akan membuat daya hidup radio komunitas semakin lemah.

Tekanan yang lebih besar lagi menimpa para penggiat radio komunitas yang memilih untuk melakukan siaran secara konvensional (menggunakan spektrum frekuensi radio) dan juga menayangkan siarannya secara online melalui streaming di internet.

Bagi para penggiat radio komunitas yang memilih cara ini, mereka harus mendapatkan dua ijin dari menteri. Ijin penggunaan spektrum frekuansi radio dan ijin penyelenggara telematika. Selain itu, radio komunitas yang memilih bersiaran secara konvensional dan online juga harus membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) telematika dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio.

Keberadaan radio komunitas (dan juga telivisi komunitas) yang hendak memanfaatkan kemajuan teknologi telematika, perlahan tapi pasti akan lemah dan kemudian mati dengan sendirinya. RUU Konvergensi Telematika ini memang sejak semula tidak memberikan ruang yang cukup layak bagi kepentingan publik. RUU ini lebih mengutamakan kepentingan bisnis multimedia.

Pembagian penyelenggara telematika dengan label komersial dan non-komersial sejatinya menunjukan keberpihakan RUU ini kepada penyelenggara telematika komersial. Ibarat pelebelan pria dan non-pria, maka sejatinya yang menjadi mainstream (arus utama) adalah pria. Begitu pula pelabelan komersial dan non komersial dalam RUU Konvergensi Telematika ini.

Dengan demikian tidak salah bila RUU Konvergensi Telematika ini justru dinilai akan lebih memperkuat struktur bangunan konglomerasi media yang telah ada. Karena hanya media milik konglomerat media yang bisa memenuhi ketentuan dari RUU ini. Jika itu yang terjadi maka, dominasi opini publik dari media konglomerasi tidak terhindarkan lagi. Dan itu berarti kebijakan publik yang akan dibuat pemerintah pun akan berpihak pada kepentingan para konglomerat media itu.

Masih ada sedikit waktu bagi pemerintah untuk meninjau ulang RUU Konvergensi Telematika ini. Tidak ada salahnya bila waktu yang tersisa ini digunakan pemerintah untuk lebih mendengar dan memperhatikan kepentingan publik secara lebih luas, bukan hanya kepentingan industri multimedia.

(SatuDunia, Jakarta. Bagaimana nasib Radio Komunitas di era Konvergensi Telematika. Berikut ulasan tentang hal itu. Tulisan ini pernah dimuat di kolom opini KORAN TEMPO, 25 April 2012.
Pernah dimuat di kolom opini KORAN TEMPO, 25 April 2012 Oleh : Firdaus Cahyadi : http://www.satudunia.net/content/koran-tempo-nasib-radio-komunitas-di-era-konvergensi)
Adm:BSN
Share this article :